Selasa, 05 Mei 2009
Indonesia Butuh Departemen Veteriner, Menurut Anda??
Ancaman penyakit zoonosis dan bioterisme ( menggunakan senjata biologis yang 80 % bersumber dari agen penyebab penyakit zoonosis ) telah meng-global serta telah melanda Indonesia. Siapkah Indonesia menghadapinya ?Pada Departemen Kesehatan, Otoritas Medis pada Menteri Kesehatan, berbeda dengan Departemen Pertanian, Otoritas Medis Veteriner pada Dirjen Peternakan bila Dirjennya seorang dokter hewan, bila bukan dokter hewan, maka Otoritas Medis Veterine berada pada eselon II lainnya seperti Direktorat Kesehatan Hewan yang memiliki profesi dokter hewan. Otoritas medis veteriner atau Dokter Hewan yang berwenang atau Discundige sesuai dengan Staatsblad 1912 no.432 tentang : Campur tangan pemerintah dalam bidang Kehewanan yang disebut oleh Prof.M.Soeparwi 1946 sebagai Undang undang masih berlaku di Indonesia. Undang undang no.6 tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, tidak mencabut Staatsblad 1942 no.432. Medical authority atau kewenangan medis meliputi : anamnese, diagnosis, terapi dan prognosis penyakit yang diderita pasien baik pada manusia maupun pada hewan. Kewenangan medis hanya dimiliki mereka yang memiliki profesi medis yaitu dokter dan dokter hewan. Health certificate hewan harus diperiksa dan ditandatangani oleh dokter hewan yang memiliki kewenangan medis veteriner atau Otoritas Medis Veteriner. Ekspor udang atau ikan, seharusnya diperiksa dan ditandatangani oleh Veteriner Medical Authority di Indonesia tetapi dalam kenyataannya ekspor udang atau ikan Indonesia diperiksa dan ditandatangani oleh Otoritas Medis Veteriner di Singapura, suatu hal yang ironis. Dimanakah keberadaan Otoritas Medis Veteriner ?
Dimanakah keberadaan Otoritas Medis Veteriner di Indonesia ?
Departemen Kominfo dibeberapa media masa di Indonesia memasang iklan dalam rangka sosialisasi penanggulangan Flu-burung. Musnahkan unggas sebelum anda dimusnahkannya. Ada salah satu Gubernur dalam sosialisasi pananggulanan Flu-burung di Indonesia : patèni waė pitek yang berkeliaran !
Bagaimana rendahnya penilaian pejabat negara terhadap hewan di Indonesia yang diindentikkan sebagai benda tidak bernyawa, apalagi nian terhadap dokter hewan yang memiliki kewenangan medis veteriner atau kewenangan medis terhadap hewan. Keberadaan Otoritas Medis Veteriner di Indonesia ada pada para Dokter Hewan dan tenaga medis veteriner lainnya. Tidak heran kalau Ketua Umum PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia) di berbagai kesempatan selalu menyatakan : dokter hewan selalu dimarginalkan.
Demikian pun halnya bagi teman teman sejawat dokter hewan: tidak mengetahui kewenangan medis veteriner yang dimilikinya. Hai, teman-teman sejawat dokter hewan yang telah memiliki kewenangan medis veteriner atau mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan yang akan memiliki kewenangan medis veteriner, mari bersama-sama menghadapi ancaman penyakit zoonosis dan bioterorisme yang telah melanda Indonesia. Tanpa adanya peran serta kewenangan medis veteriner, sehingga yang berperan hanya kewenangan medis pada manusia dalam menghadapi zoonosis dan bioterorisme tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Seperti dikatakan Menteri Kesehatan : selama penyakt Flu-burung pada unggas tidak dapat diatasi, penyakit Flu-burung pada manusia tidak akan tuntas.
Keberadaan Otoritas Medis Veteriner pada Lembaga Negara.
Sebelum adanya UU no.6 tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, diberlakukan Staatsblad 191 no.432 tentang Tjampur tangan pemerintah dalam urusan Kehewanan. Otoritas Medis Veteriner di Pusat disebut Djawatan Kehewanan Pusat, di daerah disebut Dinas Kehewanan yang dipimpin oleh mereka yang memiliki kewenangan medis veteriner ( Dokter Hewan, lulusan SKMA atau Manteri Hewan). Sesudah diberlakukan UU.no.6 tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (disusun oleh para dokter hewan, Staatsblad 1912 no.432 tetap diberlakukan. Prof.M.Soeparwi 1946, Staatsblad 1912 no.432 disebut UU.Veteriner). Otoritas medis veteriner dalam struktur organisasi Departemen Pertanian pada Direktorat Jenderal Peternakan (sewaktu Dirjen seorang dokter hewan) apabila Dirjen bukan seorang dokter hewan , seharusnya Otoritas medis veteriner pada eselon II, yaitu : Direktorat Kesehatan Hewan yang dokter hewan. Menteri Pertanian periode s/d Oktober 2004 ; sewaktu penyakit Flu-burung mulai menyerang Indonesia, dengan SK Departemen Pertanian no.96/Kpts/PD.620/2/2004 pada tangal 4 Februari 2004 menetapkan bahwa : Penyakit Flu-burung pada unggas telah mewabah di 8 (delapan) provinsi. Menteri Pertanian memberlakukan Staatsblad 1912 no.432 dengan menetapkan program 9 (sembilan) langkah dalam penanggulangan Flu-burung. Serta menetapkan Dirjen Peternakan (Dirjen seorang dokter hewan) sebagai pemegang Otoritas Medis Veteriner. Tetapi oleh Menteri Pertanian periode Oktober 2004 dengan SK Departemen Pertanian no 413/Kpts/OT.160/11/2005 pada November 2005, mengganti Otoritas Medis Veteriner menjadi Tim Tanggap Darurat Wabah Flu-burung terdiri dari Pengarah dan Pelaksana, keseluruhannya tidak memiliki Kewenangan Medis Veteriner dan bukan seorang dokter hewan.
Mulailah muncul berbagai kontroversi didalam menanggulangi penyakit zoonosis baik pada penyakit Flu-burung, penyakit rabies, penyakit antraks maupun pencegahan penyakit Sapi-gila. Bahkan telah memberhentikan 2 Dirjen Peternakan dan 2 Direktur Kesehatan Hewan ysng memiliki kewensngsn medis veterine. Serta menyamakan penyakit Flu-burung dengan penyakit DBD (demam berdarah dengue) berarti mendiskreditkan peran kewenangan medis veteriner ( lihat tulisan : Zoonosis dan Departemen Pertanian).
Keberadaan Otoritas Medis Veteriner pada Departemen Pertanian tidak diketahui rimbanya. Menteri Pertanian yang tidak memiliki Kewenangan Medis Veteriner melaksanakan Otoritas Medis Veteriner. Keberadaan Otoritas Medis Veteriner pada Menteri Pertanian suatu yang ironis bagi pemegang Otoritas Medis Veteriner.
Menteri Pertanian mengkadali PDHI dalam pembentukan Dirjen Veteriner.
Menteri Pertanan meminta kepada PDHI supaya menyusun sistem Kesehatan Veteriner yang dikaitkan dengan pembentukan Dirjen Veteriner. Telah beberapa kali pertemuan serta telah diberikan rumusan Sistem Kesehatan Veteriner serta rencana pembentukan Dirjen Veteriner kepada Mentan.
IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) berunjuk rasa di Departemen Pertanian 2 Oktober 2007, jawaban Mentan : Dirjen Veteriner tidak akan bermanfaat, semuanya sudah diserahkan kepada Menpan.
Kalau Dirjen Veteriner tidak bermanfaat, untuk apa Mentan meminta kepada PDHI menyusun Sisvetnas dan Dirjen Veteriner ? PDHI dikadali oleh Mentan !
Diikuti pula pernyataan beberapa staf Departemen Pertanian, bahwa Deptan telah punya 12 eselon I , sehingga pembentukan Dirjen Veteriner tidak memungkinkan ! Baik Menteri Pertanian maupun Departemen Pertanian tidak membedakan antara Kewenangan Medis Veteriner yang hanya dimiliki oleh mereka yang berprofesi medis veteriner dengan tugas kewenangan Departemen Pertanian. Dirjen Veteriner merupakan kelembagaan pada negara dari Kewenangan Medis Veteriner di Indonesia yang juga dimiliki oleh setiap negara didunia. Kehadiran Otoritas Medis Veteriner dalam satu Lembaga Negara merupakan suatu keharusan dari satu negara. Di Indonesia, keberadaan Otoritas Medis Veteriner dalam satu Lembaga Negara, merupakan satu keharusan.
————————–
Naskah ini ditulis oleh Drh. Dr. Mangku Sitepu, beliau adalah dokter hewan lulusan FKHP UGM dan seorang dokter lulusan FK USU. Beliau juga menjadi anggota PDHI dan IDI dan Tim Ahli Flu-burung pada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Naskah ini pernah diterbitkan dalam Bulletin Dokter Hewan Lansia Surabaya no 33/ th VII bulan Agustsu 2008. Atas jasa baik Drh. Soesanto Prijosepoetro naskah ini diterima admin untuk dipublish di blog PDHI jatim 1. di sadur dari PDHI-cabang Jatim
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar