Selasa, 05 Mei 2009

SUSU INDONESIA VS. SUSU LUAR NEGERI



Ibarat pintu gerbang telah dibuka lebar, tiba saatnya pertarungan antara susu Indonesia dengan susu impor. Siap ga’ siap peternak sapi perah Indonesia harus menelan pil pahit dari perdagangan bebas.

Tanggal 27 Februari 2009 pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand telah di tandatangani kesepakatan AANZ-FTA (ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area). Salah satu hasil kesepakatan itu adalah bea masuk susu impor dari Australia dan selandia baru ke Indonesia akan mengalami penurunan bertahap hingga 0% pada tahun 2017-2019.

Tidak hanya itu, tanggal 13 Februari 2009 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ternyata telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 19/PMK.011/2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Produk-Produk Tertentu. Dalam peraturan tersebut dietapkan bahwa tarif bea masuk untuk skim milk powder, full cream milk, yoghurt, buttermilk dan produk susu lainnya adalah 0%, terhitung mulai 13 Februari 2009.

Seperti kita ketahui Australia dan New Zealand merupakan negara utama pemasok susu di ASEAN sampai saat ini, bahkan diperkirakan New Zealand menguasai sekitar 32 persen komoditas susu yang diperdagangkan dunia dan Australia pada posisi sekitar 10 persen. Disisi lain Indonesia sampai tahun 2008 masih mengimpor sekitar 75% untuk memenuhi kebutuhan susu nasional.

Memang sungguh dilema, di satu sisi kebutuhan susu di Indonesia masih sangat kurang. Populasi sapi perah di Indonesia baru bisa memenuhi sekitar 25% - 30% kebutuhan bahan baku susu dalam negeri. Sisanya kekurangan harus terpaksa diimpor. Padahal konsumsi susu di Indonesia tergolong masih rendah hanya 7,7 liter per kapita dibanding negara Asia lainnya seperti Vietnam, Filipina dan Cina yang masing-masing mencapai 8,5 liter perkapita, 11 liter per kapita dan 13,2 liter per kapita.

Sedangkan disisi lain peternakan sapi perah milik rakyat masih sangat kecil, itupun sebagian besar hanya terdapat di pulau Jawa. Sebagian besar peternak Indonesia hanya memilki rata-rata 2-4 ekor sapi perah dan biasanya tergabung dalam sebuah koperasi susu. Wadah koperasi yang melayani kebutuhan pakan ternak dan kesehatan hewan, juga memasarkan susu segar mereka yang sebagian besar dijadikan bahan baku Industri Pengolah Susu (IPS). Dengan adanya pengurangan atau malah penghapusan tarif impor susu dan produk asal susu tentu saja akan mengakibatkan lemahnya posisi tawar peternak indonesia. Industri Pengolah Susu (IPS) akan lebih memilih susu impor yang lebih murah dan lebih bagus.

Hal itu telah terjadi, saat ini Industri Pengolah Susu (IPS)telah menurunkan harga beli susu dari koperasi susu. Hal ini tentu saja makin mencekik leher para peternak sapi perah. Dimana harga jual susu ke pabrik makin turun, harga bahan konsentrat makin melambung, harga obat-obatan makin melejit di tambah lagi makin sempitnya lahan hijauan ternak. Sungguh ironis, pemerintah justru memilih buru-buru menghapuskan bea masuk impor susu daripada mendorong peternakan sapi perah untuk maju.
disadur dari : http://budaxperah.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar