Sabtu, 22 Desember 2012

Bioinsektisida, pengendali hama yang ramah lingkungan


Serangan hama merupakan salah satu faktor pembatas untuk peningkatkan produksi pertanian yang dalam kasus ini adalah pemeliharaan anggrek. Untuk mengendalikan hama sering kali digunakan pestisida kimia dengan dosis yang berlebih. Padahal akumulasi senyawa-senyawa kimia berbahaya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia. Ditengah maraknya budidaya pertanian organik, maka upaya pengendalian hama yang aman bagi produsen/petani dan konsumen serta menguntungkan petani, menjadi prioritas utama. Salah satu alternatif pengendalian adalah pemanfaatan jamur penyebab penyakit pada serangga (bio-insektisida), yaitu jamur patogen serangga Beauveria bassiana.

Jamur Beauveria bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya.
Laboratorium BPTPH Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengembangkan dan memproduksi secara massal jamur patogen serangga B. bassiana sebagai insektisida alami. Berdasarkan kajian jamur B. bassiana efektif mengendalikan hama walang sangit, wereng batang coklat, dan kutu (Aphids sp). Akan tetapi, bukan tidak mungkin akan efektif bila diuji coba pada serangga-serangga hama anggrek seperti kutu gajah.
Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih.
Dilaporkan telah diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan hasil kajian jamur ini efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphids sp.) pada tanaman sayuran.
Beberapa keunggulan jamur patogen serangga B. bassiana sebagai pestisida hayati yaitu :
Selektif terhadap serangga sasaran sehingga tidak membahayakan serangga lain bukan sasaran, seperti predator, parasitoid, serangga penyerbuk, dan serangga berguna lebah madu.
Tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun pada aliran air alami.
Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman
Mudah diproduksi dengan teknik sederhana.
Teknik aplikasinya cukup mudah, yaitu dengan mengambil 2-3 gr formulasi dan disuspensikan dalam 1 ltr air, tambahkan 3 sendok gula pasir per tangki, waktu semprot sore hari. Dalam satu kemasan formulasi B. bassiana, berisi 100 gram formulasi padat. Itupun dapat dikembangbiakan secara konvensional, sehingga lebih menghemat pengeluaran. Akhirnya, walaupun keberhasilan dari insektisida biologis dari jamur ini memberikan dampak positif terhadap pengendalian serangga hama tanaman dan keselamatan lingkungan. Namun dalam penerapannya di masyarakat masih minim, sehingga memerlukan upaya sosialisasi yang lebih intensif.

Cara Termudah membuat Bar Menu di Blog

Ada banyak cara dalam membuat bar menu di blog. Saya akan membahas cara membuat bar menu yang tanpa menggunakan script tapi hasilnya tetap kelihatan profesional. Bar menu ini saya letakkan di bawah header
Oke, langsung aja kita masuk ke pokok pembahasan;

1. Membuat Bar Menu Tanpa Script

Masuk ke Dashboard => Tata Letak


2. Klik Tambah Gadget pada tab di bawah header  


3.Pilih Daftar Link


4. Pada URL Situs Baru, Masukkan Nama Blog anda ditambah Nama Label, formatnya seperti ini http://namabloganda/search/label/nama label , sedangkan untuk Nama Situs Baru bisa anda tulis Nama Labelnya.




5. Masukkan satu persatu label yang ingin di tampilkan di bar menu, contohnya seperti ini:  
           
             http://mdgunungsari.blogspot.com/search/label/Home
             http://mdgunungsari.blogspot.com/search/label/Berita
             http://mdgunungsari.blogspot.com/search/label/Hidup Islami
             http://mdgunungsari.blogspot.com/search/label/Tutorial
             http://mdgunungsari.blogspot.com/search/label/Agro
             http://mdgunungsari.blogspot.com/search/label/Lain lain   

6. Simpan dan lihat hasilnya.





ONH DENGAN BERHUTANG DI BANK


Penanya:
Ny. Raning M, Suruh, Salatiga, Jawa Tengah
 (disidangkan pada hari Jum’at, 10 Rajab 1427 H / 4 Agustus 2006 M)


Pertanyaan:

1.    Bagaimana hukumnya ONH dengan cara hutang bank?
2.    Siksa apa yang kami alami di tanah suci nanti?
3.    Apakah lebih baik kami pergi haji menunggu warisan peninggalan orang tua laku dijual, karena kapan lakuknya kami belum tahu mengingat bentuknya tanah, sawah dan rumah?
4.    Kalau menurut bapak/ibu cara ini (hutang bank) tidak baik, kami siap mengundurkan diri secepatnya mencabut ONH itu.
Demikian pertanyaan-pertanyaan kami, semoga bapak/ibu berkenan menjawab secepatnya. Semoga jawaban bapak/ibu dicatat Allah sebagai amal ibadah. Amin. Terima kasih.


Jawaban:

Sebelumnya, kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan yang ibu sampaikan kepada kami. Untuk menjawab beberapa pertanyaan dari ibu kami berusaha menjawabnya dengan menyatukannya dalam satu jawaban.
Pada dasarnya, naik haji itu tidak wajib hukumnya atas orang yang belum mempunyai isthitha’ah (kemampuan), sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [QS. Ali Imran, 3: 97].
Salah satu arti isthita’ah di sini adalah kemampuan dari aspek keuangan atau biaya menjalankan ibadah haji, yang lebih populer dengan istilah Ongkos Naik Haji (ONH). Jadi jika seseorang, -termasuk ibu dan suami,- belum mempunyai biaya untuk ONH, maka tidak wajib hukumnya menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu kami menganjurkan supaya tidak perlu berhutang hanya karena untuk mengerjakan sesuatu yang belum menjadi kewajiban ibu. Apalagi jika hutang tersebut kepada bank atau siapa saja yang ada syarat harus membayar bunga, karena bunga oleh banyak ulama disamakan dengan riba yang justru dapat memberatkan pembayarannya di kemudian hari. Dengan demikian, menurut pendapat kami sebaiknya ibu membatalkan pinjaman bank untuk ONH tersebut dan menunggu harta warisan orang tua terjual atau mengusahakan cara-cara yang yang jelas-jelas halal untuk menunaikan ibadah haji. Semoga niat suci ibu dan suami untuk naik haji diterima, dimudahkan jalannya dan dikabulkan oleh Allah SWT. Amin. Wallahu a'lam bish-shawab. *mi)

ANAK YATIM DAN CARA MENYANTUNINYA


Penanya:
Suyana, Trimartani
 (disidangkan pada hari Jum’at, 10 Rajab 1427 H / 4 Agustus 2006 M)


Pertanyaan:

1.    Mohon dijelaskan arti yatim dalam al-Qur'an. Apakah dikhususkan anak yang kematian bapak saja, atau yang tidak beribu pun disebut yatim? Benarkah anak yang kematian ibu boleh didiskriminatifkan dalam penyantunan dan perhatian? Adakah dalilnya anak yang kematian ibu disebut piatu sehingga hak santunan (material dan kasih sayang) boleh berbeda dengan anak yang kematian bapak?
2.    Bagaimana cara menyantuni anak yatim yang dicontohkan Nabi Muhammad saw?
3.    Apakah ada tuntunannya memberi santunan dengan prosesi membelai-belai rambut anak yatim oleh jamaah secara bergiliran? Apakah dibenarkan yatim remaja putri dibelai-belai sedemikian rupa oleh jamaah laki-laki dari remaja hingga dewasa?
Atas jawabannya diucapkan terima kasih.




Jawaban:

1.    Arti yatim: yatim berasal dari bahasa Arab yang berarti orang yang kehilangan (kematian) ayahnya, bukan ibunya. Anak yatim wajib disantuni karena ia kehilangan ayah yang wajib menanggung nafkahnya. Namun demikian, orang yang kehilangan (kematian) ibunya tetap wajib disantuni sebagaimana halnya anak yatim. Apalagi kalau kehilangan (kematian) kedua orang tuanya sekaligus. Adapun piatu adalah istilah dalam bahasa Indonesia untuk sebutan bagi anak yang kehilangan (kematian) ibunya. Sehingga anak yang kehilangan (kematian) ayah dan ibunya sering disebut dengan yatim piatu. Masa keyatiman seorang anak itu ada batasnya, yaitu ketika ia telah baligh dan tampak rusyd (kemandirian) pada dirinya. Firman Allah SWT:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ. [النسآء، 4: 6].
Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” [QS. an-Nisa', 4: 6].

Banyak hadits yang menganjurkan kita untuk memelihara dan menyantuni anak yatim, antara lain:
عَنْ سَهْلٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا. [رواه البخارى].
Artinya: “Diriwayatkan dari Sahl, Rasulullah saw bersabda: Aku dan pemelihara anak yatim, di surga seperti ini. Lalu beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan di antara keduanya sedikit.” [HR. Al-Bukhari].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: ‘Pemelihara anak yatim kepunyaannya (masih ada hubungan keluarga) atau kepunyaan orang lain (tidak ada hubungan keluarga), dia dan aku seperti dua jari ini di surga.’ Lalu Malik mengisyaratkannya dengan jari telunjuk dan jari tengah.” [HR. Muslim].

2.    Secara terperinci Nabi Muhammad saw tidak memberi contoh bagaimana cara menyantuni anak yatim. Yang jelas, cara menyantuni anak yatim itu adalah dengan memuliakan, memperhatikan, memberi kasih sayang, memenuhi kebutuhan hidupnya (makan, minum, pakaian, tempat tinggal), pendidikannya, kesehatannnya dan segala sesuatu yang diperlukannya agar menjadi anak yang shalih, mandiri dan berguna.

3.    Tentang membelai rambut anak yatim, memang ada sebuah hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ. [رواه أحمد ورجاله رجال الصحيح].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki yang mengadukan kekerasan hatinya kepada Rasulullah saw, maka beliau bersabda: ‘Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin.’” [HR. Ahmad dengan perawi shahih].

Menurut hadits ini, mengusap kepala anak yatim dan memberi makan orang miskin mempunyai pengaruh yang sangat baik pada diri seseorang, yaitu dapat melembutkan hati yang keras. Dalam prakteknya, kedua hal tersebut dilakukan dengan penuh keinsyafan hati secara natural (tidak dibuat-buat) atau dipaksa-paksakan). Mengusap kepala anak yatim adalah simbol atau cara menunjukkan empati dan kasih sayang, bukan ritual yang harus dilakukan. Sudah barang tentu yang diusap adalah kepala anak yatim yang belum dewasa. Adapun orang laki-laki membelai rambut anak yatim putri yang sudah menginjak usia remaja adalah dilarang karena menimbulkan fitnah. Wallahu a'lam bish-shawab. *mi)
sumber :
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah

FATWA MAJELIS TARJIH DAN TAJDID PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH




                                   NOMOR : 08 TAHUN 2006
بسم الله الرحمن الرحيم

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah:  

MEMBACA DAN MEMPELAJARI    :   

hasil Halaqah Nasional Tarjih yang dilaksanakan di Jakarta pada hari Ahad tanggal 21 Jumadalawal 1427 H yang bertepatan dengan 18 Juni 2006 M dan dihadiri oleh Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid Pusat dan wakil dari Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid Wilayah serta undangan dari Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan;

MENIMBANG :   
   
1.    Bahwa sistem ekonomi berbasis bunga (interest) semakin diyakini sebagai berpotensi tidak stabil, tidak berkeadilan, menjadi sumber berbagai penyakit ekonomi modern, menggantungkan pertumbuhan pada penciptaan hutang baru, merupakan pemindahan sistematis uang dari orang yang memiliki lebih sedikit uang kepada orang yang memiliki lebih banyak uang, seperti tampak dalam krisis hutang Dunia Ketiga dan di seluruh dunia, serta merupakan pencurian uang diam-diam dari orang yang menabung, yang berpenghasilan tetap dan memasuki kontrak jangka panjang;
2.    Bahwa oleh karena itu terdapat argumen kuat untuk mendukung sistem keuangan bebas bunga bagi abad ke-21 yang sejalan dengan ajaran Islam dan ajaran Kristen awal (James Robertson), perlu mengeliminir peran bunga dan bahwa absensi riba dalam perekonomian mencegah penumpukan harta pada sekelompok orang dan terjadinya mislokasi produksi, serta mencegah gangguan-gangguan dalam sertor riil, seperti inflasi dan penurunan produktifitas ekonomi makro;
3.    Bahwa Ekonomi Islam yang berbasis prinsip syariah dan bebas bunga telah diperkenalkan sejak beberapa dasawarsa terakhir dan institusi keuangan Islam (syariah) telah diakui keberadaannya dan di Indonesia telah terdapat di banyak tempat;
4.    Bahwa perlu mendorong Persyarikatan dan seluruh warga Muhammadiyah serta umat Islam secara umum untuk berperan aktif dalam pengembangan ekonomi yang berdasarkan prinsip syariah dan bebas bunga, dan yang tidak saja bertujuan meningkatkan ekonomi rakyat dan kesejahteraan bersama, tetapi juga secara nyata telah menjadi wahana dakwah konkret yang efektif;

 
MENGINGAT :
1.    Ayat-ayat al-Qur’an:
a.    Surat an-Nisa’ (4): ayat 160-161:
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْناَ عَلَيْهِمْ طَيِّبتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيْلِ الله كَثِيْرًا [160] وَأَخْذٍِهِمُ الرَّبوا وَقَدْ نُهُوْا عَنْهُ وَأَكْلِهِم أَمْوَالِ النَّاسِ بِاْلباَطِلِ وَأَعْتَدْناَ لِلْكفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَاباً أَلِيْماً [161].
Artinya: Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka memakan makanan yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya meereka telah dilarang daripadanya, dan karena memakan harta orang dengan jalan batil. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
b.    Surat Ali Imran (3): 130,
يآ أَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا الرِّبوا أَضْعَافًا مُضعَفَةً وَاتَّقُوْا الله لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ [آل عمران : 130] .
Artinya: Hai orang-orang beriman, janganlah kamu makan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan [Q. 3: 130].
c.    Surat al-Baqarah (2): 275 dan 278-279,
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبوا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ اْلمَسِّ ذلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوْا إِنَّماَ اْلبَيْعُ مِثْلُ الرِّبوا وَأَحَلَّ الله اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبوا ... ... ... يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا الله وَذَرُوْا ماَ بَقِيَ مِنَ الرِّبوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ الله وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ [البقرة : 275 و 278 - 279] .    
Artinya: Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu disebabkan mereka berkata (berpendapat): sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, pada hal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba … … … Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu adalah orang-orang yang beriman. Maka jika tidak kamu lakukan, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya [Q. 2: 275 dan 278-279].
2.    Hadis-hadis Rasulullah saw,
a.    Hadis Ab­ Hurairah,
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوْا السَّبْعَ اْلمُوْبِقَاتِ قِيْلَ ياَ رَسُوْلَ اللهِ وَماِ هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ باللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ الله إِلاَّ باِلْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ اْليَِتِيْمِ وَأكْلُ الرِّباَ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفِ الْمُحْصَناَتِ اْلغَافِلاَتِ اْلمُؤْمِنَاتِ [رواه الجماعة واللفظ لمسلم] .
Artinya: Dari Ab­ Hurairah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Hindarilah tujuh dosa besar yang mencelakakan! Kepada Rasulullah ditanyakan: Apa dosa-dosa besar dimaksud wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Menyekutukan Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya secara tanpa hak, makan harta anak yatim, makan riba, lari dari medan pertempuran, dan mencemarkan nama baik wanita mukmin yang lengah [Riwayat jamaah ahli hadis, dan lafal ini adalah lafal Muslim].
b.    Hadis ‘Amr riwayat Ab­ D±w­d,
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْروٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلُ الله (ص) ِفيْ حَجَّةِ اْلوَدَاعِ يَقُوْلُ : أَلاَ إِنَّ كُلَّ رِباً مِنْ رِباَ اْلجاَهِلِيَّةِ مَوْضُوْعٌ لَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْواَلِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ [رواه أبو داود] .
Artinya: Dari Sulaim±n Ibn ‘Amr, dari ayahnya (dilaporkan bahwa) ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda pada waktu Haji Wadak: Ketahuilah bahwa setiap bentuk riba Jahiliah telah dihapus; bagimu pokok hartamu, kamu tidak menzalimi dan tidak dizalimi [HR Ab­ D±w­d].
c.    Hadis ‘Ub±dan Ibn a¡-¢±mit,
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَاْلفِضَّةُ بِاْلفِضَّةِ وَاْلبُرُّ بِاْلبُِرِّ وَالشَّعِيْرُ باِلشَّعِيْرِ وَالتَّمَرُ بِالتَّمَرِ وَالْمِلْحُ باِلْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَواَءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذه اْلأَصْناَفِ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدِ [رواه الجماعة وهذا لفظ مسلم] .
Artinya: Dari ‘Ub±dah Ibn a¡-¢±mit (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: [Pertukarkanlah] emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jawawut dengan jawawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam secara sama jumlahnya dan secara tunai. Apabila macamnya berbeda, maka perjualbelikanlah sesuai kehendakmu asalkan secara tunai [HR Jamaah ahli hadis, dan ini adalah lafal Muslim].
d.    Hadis Ab­ Hurairah
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً تَقاَضى رَسُوْلَ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَغْلَظَ لَهُ فَهَمَّ أَصْحَابُهُ فَقاَلَ دَعُوْهُ فَإِنَّ لِصَاحِبِ اْلحَقِّ مَقَالاً وَاشْتَرُوْا لَهُ بَعِيْرًا فَأَعْطُوْهُ إِياَّهُ ، وَقَالُوْا لاَ نَجِدُ إِلاَّ أَفْضَلَ مِنْ سِنِّهِ قَالَ اشْتَرُوْهُ فَأَعْطُوْهُ إِياَّهُ ، فَإِنَّ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضاَءً [رواه البخاري ومسلم] .   
Artinya: Dari Ab­ Hurairah r.a. (diriwayatkan) bahwa seorang laki-laki menagih hutang kepada Rasulullah saw dengan kasar sehingga geramlah para Sahabatnya, lalu Rasulullah saw bersabda: Biarkanlah dia, karena pemilik hak mempunyai hak untuk bersuara, dan belikan untuknya seekor unta kemudian serahkan kepadanya. Para Sahabat mengatakan: Kami tidak mendapatkan unta yang sama dengan untqanya, yang ada adalah unta yang lebih baik dari untanya. Rasulullah saw bersabda: Berikan kepadanya, sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik melakukan pembayaran [HR al-Bukh±ri dan Muslim].
e.    Hadis Ibn ‘Abb±s (juga diriwayatkan dari ‘Ub±dah Ibn a¡-¢±mit, ‘Aisyah dan Ab­ Hurairah),
عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ ضَرَرَ  وَلاَ ضِرَارَ [رواه أحمد وابن ماجه ومالك والدارقطني والبيهقي]
Artinya: Dari Ibn ‘Abb±s (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak ada tindakan mudarat dan membalas kemudaratan [HR Ahmad, Ibn M±jah, M±lik, D±raqu¯n³ dan al-Baihaq³].
3.    Kaidah-kaidah Hukum Islam (al-qaw±‘id al-fiqhiyyah)
a.    اَلضَّرَرُ يُزَالُ     (Kemudaratan dihilangkan)
b. اْلأَمْرُ إِذَا ضَاقَ اتَّسَعَ   (Suatu hal apabila mengalami kesulitan diberi kelapangan).
c.    اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرِ  (Kesukaran membawa kemudahan).
4.    Fatwa, keputusan dan kesepakatan para fukaha dalam berbagai forum yang mengharamkan bunga:
a.    Keputusan Muktamar II Lembaga Penelitian Islam (Majma‘ al-Bu¥­£ al-Isl±miyyah) al-Azhar, Kairo, Muharam 1385 H/Mei 1965 M.
b.    Keputusan Muktamar Bank Islam II, Kuwait, 1403 H/1983 M.
c.    Keputusan Muktamar II Lembaga Fikih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI), Jeddah, 10-16 Rabiulakhir 1406 / 22-28 Desember 1985.
d.    Keputusan Sidang IX Dewan Lembaga Fikih Islam, Rabitah Alam Islami, Mekah, 19 Rajab 1406 H / 1986 M.
e.    Fatwa Komite Fatwa al-Azhar tanggal 28 Februari 1988.
f.    Fatwa D±r al-Ift±’ Mesir tanggal 20-02-1989 yang ditandatangani oleh Mufti Negara Mesir yang menyatakan, “Setiap pinjaman (kredit) dengan bunga yang ditetapkan di muka adalah haram.”

5.    Penegasan para ulama,
a.    Al-Ja¡¡±¡ dalam A¥k±m al-Qur’an (I: 635 dan 637),
وَالرِّباَ الَّذِيْ كاَنَت اْلعَرَبُ تَعْرِفُهُ وَتَفْعَلُهُ إِنَّماَ كَانَ قَرْضَ الدَّرَاهِمِ وَالدَّناَنِيْرِ إِلى أَجَلٍ بِزِياَدَةٍ عَلى مِقْدَارِ ماَ اسْتُقْرِضَ عَلى مَا يَتَرَاضَوْنَ بِهِ ... هَذاَ كاَنَ الْمُتَعاَرَفَ الْمَشْهُوْرَ بَيْنَهُمْ .
Artinya: Riba yang dikenal dan dipraktikkan oleh masyarakat Arab (Jahiliah) itu sesungguhnya adalah mengkreditkan (meminjamkan) uang dirham atau dinar untuk jangka waktu tertentu dengan tambahan atas jumlah yang dipinjam sesuai dengan kesepakatan mereka …. Inilah praktik yang populer di kalangan mereka [I: 635].
وَالثَّاني أَنَّهُ مَعْلُوْمٌ أَنَّ رِباَ الْجَاهِلِيَّةِ إِنَّماَ كَانَ قَرْضًا مُؤَجَّلاً بِزياَدَةٍ مَشْرُوْطَةٍ فَكاَنَتِ الزِّياَدَةُ بَدَلاً مِنَ اْلأَجَلِ فَأَبْطَلَهُ الله تَعَالى وَحَرَّمَهُ وَقَالَ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ وَقَالَ تَعَالى وَذَرُوْا ماَ بَقِيَ مِنَ الرِّباَ.
Artinya: Kedua, diketahui bahwa riba Jahiliah itu sesungguhnya adalah suatu kredit berjangka dengan tambahan pengembalian yang disyaratkan. Jadi tambahan itu merupakan imbalan atas jangka waktu yang diberikan. Maka Allah Yang Maha Tinggi membatalkan dan mengharamkannya, serta menegaskan ‘Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu’ dan menegaskan juga ‘… dan tinggalkanlah sisa-sisa riba’[I: 637].

b.    Ar-R±z³ dalam at-Tafs³r al-Kab³r [VII: 85],
كَانُوْا يَدْفَعُوْنَ اْلماَلَ عَلى أَنْ يَأْخُذُوْا كُلَّ شَهْرٍ قَدَرًا مُعَيَّناً وَيَكُوْنَ رَأْسَ اْلماَلِ بَاقِياً ثُمَّ إِذَا حَلَّ الدَّيْنُ طَاَلبُوْا اْلمَدْيُوْنَ بِرَأْسِ اْلماَلَ فَإِِنْ تَعَذَّرَ عَلَيْهِ اْلآدَاءُ زَادُوْا فيِ اْلحَقِّ وَاْلأَجَلِ.
    Artinya: Mereka [di zaman Jahiliah] menyerahkan harta dengan ketentuan akan mengambil sejumlah imbalan tertentu setiap bulan, sementara pokok modal tetap, kemudian apabila hutang itu telah jatuh tempo mereka menagih debitur untuk mengembalikan modal tadi, dan apabila ia tidak dapat mengembalikannya, mereka memberi tambahan sebagai imbalan penangguhan [VII: 85].       
c.    Syeikh Mu¥ammad Ab­ Zahrah,
وَرِبَا اْلقُرْآنِ هُوَ الرِّباَ الَّذِيْ تَسِيْرُ عَلَيْهِ اْلمَصَارِفُ وَيَتَعَامَلُ بِهِ النَّاسُ فَهُوَ حَرَامٌ لاَ شَكَّ فِيْهِ .
    Artinya: Dan riba [yang dilarang dalam] al-Qur’an itu adalah riba yang berlaku pada bank-bank dan  dipraktikkan oleh masyarakat; itu tidak ragu lagi adalah haram.
d.    Syeikh Y­suf al-Qar±«±w³,
فَوَائِدُ اْلبُنُوْكِ هِيَ الرِّباَ الْمُحًرَمُ  (Bunga bank adalah riba yang diharamkan).
MEMPERHATIKAN    :   

1.    Putusan Tarjih tentang “Kitab Beberapa Masalah” No. 19 a dan b;
2.    Putusan Tarjih di Sidoarjo Tahun 1968 tentang Masalah Bank, khususnya angka 4 yang, “Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesduai dengan qaidah Islam;”
3.    Putusan Tarjih di Wiradesa Tahun 1972 tentang Perbankan angka 1 yang “Mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk segera dapat memenuhi keputusan Muktamar Tarjih di Sidoarjo tahun 1968 tentang terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan qaidah Islam;”
4.    Keputusan Tarjih di Malang Tahun 1989;
5.    Putusan Tarjih di Padang Tahun 2003.

MENDENGARKAN    :   

1.    Penyajian makalah oleh para narasumber dan diskusi serta pendapat yang berkembang dalam halaqah,
2.    Usulan-usulan yang disampaikan para peserta,

MENCERMATI    :    Tugas dan fungsi Majelis Tarjih dan Tajdid

MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pertama    :    Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berbasiskan nilai-nilai syariah antara lain berupa keadilan, kejujuran, bebas bunga, dan memiliki komitmen terhadap peningkatan kesejahteraan bersama.
Kedua    :    Untuk tegaknya ekonomi Islam, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar dan tajdid, perlu terlibat secara aktif dalam mengembangkan dan mengadvokasi ekonomi Islam dalam kerangka kesejahteraan bersama.
Ketiga    :    Bunga (interest) adalah riba karena (1) merupakan tambahan atas pokok modal yang dipinjamkan, pada hal Allah berfirman, Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; (2) tambahan itu bersifat mengikat dan diperjanjikan, sedangkan yang bersifat suka rela dan tidak diperjanjikan tidak termasuk riba.
Keempat    :    Lembaga Keuangan Syariah diminta untuk terus meningkatkan kesesuaian operasionalisasinya dengan prinsip-prinsip syariah.
Kelima    :    Menghimbau kepada seluruh jajaran dan warga Muhammadiyah serta umat Islam secara umum agar bermuamalat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, dan bilamana menemui kesukaran dapat berpedoman kepada kaidah “Suatu hal bilamana mengalami kesulitan diberi kelapangan” dan “Kesukaran membawa kemudahan.”
Keenam    :    Umat Islam pada umumnya dan warga Muhammadiyah pada khususnya agar meningkatkan apresiasi terhadap ekonomi berbasis prinsip syariah dan mengembangkan budaya ekonomi berlandaskan nilai-nilai syariah.
Ketujuh    :    Agar fatwa ini disebarluaskan untuk dimaklumi adanya;
Kedelapan    :    Segala sesuatu akan ditinjau kembali sebagaimana mestinya apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam fatwa ini.

    Difatwakan di Yogyakarta,
                                                          Pada tanggal 1 Jumadilakhir 1427 H
                                                         bertepatan dengan tanggal 27 Juni 2006 H

Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid
PP Muhammadiyah

                      Ketua,                                                          Sekretaris,


   Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA                             Drs. H. Dahwan, M. Si.

Foto gedung MIM 19 Gunungsaari yang baru. Dan kini MIM 19 Gunungsari telah mendapatkan akreditasi dari kementrian pendidikan dasar dan kebudayaan dengan nilai A. Ini berarti MIM 19 Gunungsari bisa disejajrkan dengan sekolah-sekolah dasar negeri lainnya. Meskipun termasuk sekolah swasta tetapi MIM 19 Gunungsari memiliki segudang prestasi baik dari segi mata pelajaran maupun olahraga. Salah satu contohnya ialah saat MIM 19 Gunungsari berhasil mengirimkan siswanya untuk mewakili Bojonegoro dalam olahraga tenis meja (ping pong) se-Jawa Timur dan masih banyak prestasi lainnya.

Muhammadiyah Gunungsari