Muhammadiyah adalah organisasi yang didirikan oleh Muhammad Darwis, yang di kemudian dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta, 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912. Selain berprofesi sebagai Khatib di Kraton Yogyakarta, Dahlan juga seorang pedagang dan Penasehat Central Sarikat Islam (CSI). Perjalanannya ke daerah luar Yogyakarta tampaknya sangat terkait dengan ketiga profesi itu, sehingga usahanya menyebarkan pembaharuan agama Islam tersamar dalam aktivitasnya sebagai pedagang dan penasehat CSI.
Pertama kali KH Ahmad Dahlan ke Jatim terjadi sekitar 1916, atau 1 tahun setelah H Mas Mansur sepulang dari Mekah dan Mesir menemuinya di Yogyakarta (1915). Saksi kedatangan KH Dahlan ke Surabaya ini dua di antaranya adalah tokoh pergerakan nasional Soekarno dan Roeslan Abdulgani. Keduanya tidak hanya menyaksikan, tetapi juga mengikuti pengajiannya di langgar Peneleh, Plampitan, serta di langgar dekat rumah KH Mas Mansur (Kawasan Ampel). KH Ahmad Dahlan datang ke Surabaya dan memberikan tabligh di tiga tempat, yaitu di Kampung Peneleh, Plampitan, dan Ampel.
Pada tahun yang sama, KH Mas Mansur untuk kedua kalinya datang ke rumah KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Pertemuan kali ini berlangsung lebih lama daripada tahun sebelumnya, dan diisi dengan pembicaraan yang bersifat dialogis. Dari dialog inilah KH Mas Mansur tampaknya amat terkesan dengan kepiawaian KH Ahmad Dahlan dalam menafsirkan al-Qur’an.
Kekaguman inilah yang mengantarkan KH Mas Mansur menerima ajakan KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah di Surabaya 4 tahun kemudian, atau 1920, yang secara resmi dideklarasikan pada 1 November 1921. Muhammadiyah Surabaya ditetapkan oleh Surat Ketetapan HB Muhammadiyah No 4/1921. Muhammadiyah Surabaya langsung berstatus Cabang yang diketuai oleh KH Mas Mansur, dibantu oleh H Ali, H Azhari Rawi, H Ali Ismail dan Kiai Usman.
Perjalanan KH Ahmad Dahlan di Jatim tidak berhenti di Surabaya saja, karena dia ternyata juga mengunjungi berbagai kota lainnya. Tempat-tempat yang dikunjungi dan membuahkan hasil adalah Kepanjen (21 Desember 1921), Blitar (1921), Sumberpucung (1922), dan Ponorogo (1922). Tahap selanjutnya, Muhammadiyah juga berdiri di Jombang (1923), Madiun (1924), Ngawi (1925), Jember (1925), Situbondo (1925), Malang (1926), Gresik (1926), Lumajang (1927), Trenggalek (1927), Bondowoso (1927), Bangkalan (1927), Sumenep (1927), Sampang (1927), dan Probolinggo (1928). Pada tahap selanjutnya, Muhammadiyah juga didirikan di Pamekasan (1928), Kediri (rentang waktu 1927-1933), Tulungagung (1932), Banyuwangi (1933), Magetan (rentang waktu 1932-1933), Nganjuk (1933), Pacitan (1933), Tuban (1933), Mojokerto (1933), Sidoarjo (1935-1936), Bojonegoro (1947), dan Lamongan (1951).
Di awal pekembangan Muhammadiyah Jatim, struktur kepemimpinan dan pembagian daerah masih sangat sederhana. Hierarkinya pendek, dan lebih mengedepankan dinamika organisasi, amal usaha, kemudahan komunikasi, dan koordinasi. Awalnya hanya terdiri dari ranting dan cabang. Ranting adalah level yang paling bawah dan menjadi wadah bagi anggota. Di atasnya terdapat cabang yang langsung berhubungan dengan Pengurus Besar di Yogyakarta (Hoofdestuur).
Pada 1930-an barulah dirasakan perlunya pengelolaan dan koordinasi yang lebih baik di cabang-cabang maupun di ranting-ranting. Berdasarkan keputusan Kongres (sekarang Muktamar) ke-19 di Minangkabau pada 1930, Pengurus Besar (kini Pengurus Pusat) Muhammadiyah mengangkat perwakilan di daerah-daerah dengan sebutan Konsul Pengurus Besar Muhammadiyah (Consul Hoofdestuur), atau yang biasa disebut Konsul Daerah. Awalnya Jatim dibagi menjadi 5 daerah, yaitu Surabaya, Madiun, Madura, Besuki, dan Pasuruan, dan baru pada 1937 Daerah Kediri didirikan.
Dalam konferensi 27-28 Oktober 1951, 6 Perwakilan Pengurus Besar Muhammadiyah Daerah (Majelis-majelis Daerah) itu mengusulkan kepada PB untuk membentuk Perwakilan Pengurus Besar di tingkat Provinsi. Usulan ini kemudian diterima oleh PB dalam sidangnya pada 22 Desember 1951. Melalui Surat Ketetapan PB Nomor 180 D tertanggal 1 Jumadil Akhir 1371/27 Februari 1952, Perwakilan PB Wilayah Jatim dibentuk dan dipimpin H Abdul Hadi (Ketua), dibantu Nurhasan Zain, M Saleh Ibrahim, Rajab Gani, dan dr Soewandhi.
Pada 1959, struktur organisasi dalam Muhammadiyah mengalami perubahan dengan dibentuknya Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM). Melalui Surat Pengesahan Nomor XXI/B tertanggal 13 Juli 1960, ditetapkan PWM Jatim 1959-1962 dengan komposisi M Saleh Ibrahim (Ketua), dengan anggota Nurhasan Zain, Soedirman, M Turchan Badri dan H Abdul Hadi. Kepemimpinan ini berlangsung hingga periode selanjutnya, 1962-1965.
Pada periode 1965-1968, PWM Jatim dijabat oleh Usman Muttaqin sebagai ketua, didampingi oleh dua wakilnya KH Bejo Dermaleksana dan HM Anwar Zaini. Kepemimpinan ini dilanjutkan KHM Anwar Zaini sejak 1968, dan terpilih kembali dalam Musywil yang dilaksanakan pada 26-27 Dzulqa’dah 1399/28-29 Oktober 1978 untuk periode 1978-1981. Selain Ketua, KHM Anwar Zaini didampingi 3 Wakil Ketua (HM Amien Barowi, dr Moh Suherman, dr Mutadi), 3 Sekretaris (Nurhasan Zain, Marchum Anwar BBA, dan M Amin Hamdan), serta 3 Bendahara (Sismono, Drs Noto Adam dan M Fuad Faqih).
Kepemimpinan KHM Anwar Zain berlangsung cukup lama, karena pelaksanaan Musywil harus menunggu Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta yang mengalami penundaan akibat tarik ulur mengenai pemberlakuan Undang-undang (UU) 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang mengharuskan setiap organisasi mencantumkan Pancasila sebagai asas. Saat Musywil dilaksanakan pada 8 Februari 1986, KHM Anwar kembali terpilih sebagai Ketua PWM. Kali ini KHM Anwar didampingi 3 Penasehat (M Wisatmo, H Mas’ud Atmodiwiryo, dan Nurhasan Zain), 4 Wakil Ketua (H Abdurrahim Nur Lc, dr H Mutadi, HM Amin Barowi, dan Drs H Amir Hamzah Wiryosukarto), 1 Sekretaris (M Mustaqim Fadhil), 1 Wakil Sekretaris (Abd Madjid Hamzah), 1 Bendahara (Drs Noto Adam), dan 2 Wakil Bendahara (H Supardi dan M Fuad Faqih). Namun KHM Anwar Zain tidak dapat menyelesaikan masa kepemimpinannya karena meninggal dunia pada Desember 1989. Untuk mengisi kekosongan jabatan Ketua PWM, dalam Musywil tahunan di Kediri 1990, diajukan 3 calon kepada PP Muhammadiyah, yaitu H Abdurrahim Nur Lc, dr H Mutadi, HM Amin Barowi, yang kemudian H Abdurrahim Nur Lc ditetapkan sebagai Ketua PWM. Dia kembali terpilih dalam Musywil 1990 di Asrama Haji Surabaya masa jabatan 1990-1995. Komposisi PWM periode ini: KH Abdurrahim Nur Lc (Ketua), Drs H Isro Kusnoto, Drs HM Hasyim Manan MA (Wakil Ketua), Drs M Wahyudi (Sekretaris), Drs H Nurcholis Huda (Wakil Sekretaris), HM Amin Barowi (Bendahara), dan Drs H Kuslan MA (Wakil Bendahara).
KH Abdurrahim Nur Lc kembali terpilih dalam Musywil 1995 di Malang. Komposisi PWM adalah: KH Abdurrahim Nur Lc (Ketua), Drs H Munawar Thohir, Dr H Fasich Apt (Wakil Ketua), Drs H Nurcholis Huda, Drs HM Wahyudi Indrajaya (Sekretaris), Ir H Sulaiman, H Admiral Manan (Bendahara), Drs H Kuslan MA (Koor Bidang Tarjih dan Tabligh), dr H Mutadi (Koor Bidang Sosial Ekonomi Kesehatan), Drs H Ahmad Adjib (Koor Bidang Pendidikan dan Kebudayaan), Drs H Muhadjir Sulthon (Koor Bidang Organisasi dan Kelembagaan), Drs H Isro’ Kusnoto (Koor Bidang Kader dan SDM), serta KH Mu’ammal Hamidy Lc (Koor Bidang Ekstern).
Kepemimpinan KH Abdurrahim Nur Lc digantikan oleh Prof Dr H Fasich Apt melalui Musywil pada 28-29 Oktober 2000 di Magetan. Komposisi PWM 2000-2005 adalah sebagai berikut: KH Abdurrahim Nur Lc (Penasehat), Prof Dr H Fasich Apt (Ketua), Prof Dr Syafiq A Mughni MA, KH Mu’ammal Hamidy Lc, Drs H Muhadjir Effendy (Wakil Ketua), Drs H Nur Cholis Huda MSi (Sekretaris), Nadjib Hamid Ssos (Wakil Sekretaris), Drs H Abd Rahman Azis (Bendahara), Drs Achmad Achsin MM (Wakil Bendahara), Dr Achmad Jainuri MA (Pembina Bidang Pendidikan dan Litbang), Dr H Thohir Luth MA (Pembina Bidang Politik, HAM, dan Hubungan Ekstern), Ir H R Sulaiman (Pembina Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat), dr H Syamsul Islam SpMkMKes (Pembina Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat), H Admiral Manan (Pembina Bidang Kaderisasi dan Organisasi), dan Prof Dr H Imam Muchlas (Pembina Bidang Tarjih dan Tabligh).
Kepemimpinan PWM mengalami pergantian lagi melalui Musywil XIII di Madiun, 8-9 Dzulqa’dah 1426 H/ 10-11 Desember 2005. Susunan PWM 2005-2010 adalah sebagai berikut: Prof Dr H Fasich Apt (Penasehat), Prof Dr H Syafiq A Mughni MA (Ketua), Drs H Noer Cholis Huda MSi, KH Mu’ammal Hamidy Lc, Dr H Muhadjir Effendy MAP (Wakil Ketua), H Nadjib Hamid MSi (Sekretaris), Ir H Tamhid Masyhudi (Wakil Sekretaris), Ir H Imam Sugiri (Bendahara), Drs M Nidzhom Hidayatullah (Wakil Bendahara), Prof Dr H Achmad Jainuri MA (Koor Bidang Pendidikan dan Kebudayaan), Prof Dr H Thohir Luth MA (Koor Bidang Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat), Prof Dr H Zainuddin Maliki MSi (Koor Bidang Publik dan Kehartabendaan), Dr H Saad Ibrahim MA (Koor Bidang Tarjih dan Tabligh), serta Drs HM Sulthon Amien MM (Koor Bidang Usaha dan Keuangan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar