Senin, 22 April 2013

Cendawan Beauveria bassiana


Jamur awalnya dimasukkan ke dunia tumbuhan, namun kemudian dipisah memiliki dunia sendiri yaitu Thallophyta, karena hidupnya memerlukan sumber bahan organik dari jasad lain. Perkembangan terakhir memberinya kerajaan sendiri dengan nama Mycetae (Alexopoulos dan Mims dalam Sastrahidayat, 2011:29). Berdasarkan ukurannya, jamur dibedakan menjadi 2 yaitu jamur tingkat rendah (mikrofungi) dan
jamur tingkat tinggi (makrofungi). Golongan jamur yang sangat luas di ilmu pengetahuan memerlukan keahlian tersendiri. Mikologi mempelajari makrofungi, sedangkan mikrofungi masuk bidang mikrobiologi (Dwidjoseputro, 1998:146). Bentuk vegetatifnya yang khas berupa thallus, yaitu suatu sistem berupa benang yang disebut hifa. Hifa ini tersusun bersama membentuk miselium yang tanpa septa berupa sel panjang dengan banyak inti. Reproduksi dari jamur ada 2 yaitu reproduksi secara tidak kawin (aseksual) dan reproduksi secara kawin (seksual). Reproduksi tidak kawin berkembang biak demgan spora. Contoh spora yaitu Sporabgiospora dan Konidium. Jamur disebut juga dengan cendawan.
Cendawan Beauveria bassiana adalah salah satu pengendali populasi hama biologis karena jamur ini bisa menjadi parasit pada tubuh serangga hama. Serangga yang menjadi inang dari Beauveria bassiana adalah ordo Lepidoptera, Coleoptera, dan Homoptera (Ahmad et al, 2008:499). Pengendalian dengan menggunakan cendawan entomofagus seperti Beauveria bassiana adalah untuk mendukung konsep PHT (Pengelolaan Hama Terpadu). Konsep PHT ini bertujuan untuk mempertahan diversitas pada agroekosistem. Cendawan Beauveria bassiana tidak akan memusnahkan semua serangga hama, tetapi cendawan ini akan menghambat populasi serangga hama tersebut. Selain itu, konsep PHT ini menganjurkan tidak menggunakan pestisida kimia agar keragamannya tetap terjaga dan kondisi ekosistem seimbang.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah pengendalian hama yang memiliki dasar ekologis dan menyandarkan diri pada faktor-faktor mortalitas alami seperti musuh alami dan cuaca serta mencari taktik pengendalian yang mendatangkan gangguan sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut (Flint dan Bosch, 1990:15). PHT menggunakan pestisida hanya setelah pemantauan populasi hama yang sistematis dan pemantauan musuh alami menunjukkan diperlukannya penggunaan pestisida. Program pengendalian hama terpadu mempertimbangkan semua kegiatan pengendalian hama yang ada, termasuk tanpa melakukan tindakan apa pun, mengevaluasi keterkaitan berbagai teknik pengendalian, cara bercocok tanam, cuaca, hama lainnya, dan tanaman yang harus dilindungi. Agen hayati menggunakan parasitoid, predator, patogen antonis, atau populasi pesaing untuk menekan populasi hama. Hal ini membuat populasi hama berkurang tetapi dapat menjaga keberadaannya, agen hayati juga bisa disebut agen biokontrol. Agen hayati adalah organisme yang digunakan untuk menstabilkan keberadaan populasi alami dari suatu agroekosistem di tempat yang kondisi ekosistemnya kurang baik (Norris et al, 2003:339-340).
Hama yang paling banyak menyerang tanaman adalah binatang dari kelas insekta, yaitu binatang berkaki enam. Namun tidak semua binatang tersebut berpotensi sebagai hama. Menurut Jumar (1997:133) hama yang paling sering ditemukan pada tanaman ada 8 ordo. 8 ordo tersebut adalah orthoptera, hemiptera, thysanoptera, lepidoptera, diptera, coleoptera, isoptera, dan homoptera.
Ada beberapa aspek filosofis penting yang melatar belakangi sistem PHT yaitu pengolaan sumberdaya dari ekosistem, hama yang menyerang tanaman, dan pilihan pengendalian hama (Flint dan Bosch, 1990:128). Tindakan-tidakan yang diambil untuk menyimpan, menjaga, atau menstimulasi hanya merupakan peristiwachecks and balances dalam sistem, tetapi tidak memusnahkan spesies. Program PHT tidak meliputi metode eradikasi (pemusnahan), meskipun diketahui bahwa pada beberapa kasus, eradikasi mungkin lebih baik dari pada pengendalian hama terpadu. Adanya sejumlah hama tertentu belum tentu menciptakan masalah hama. Kita harus mengetahui hama apa saja yang mengganggu tanaman dan menentukan tindakan pengendalian yang akan diterapkan. Mempertimbangkan semua pilihan pengendalian hama sebelum diambil tindakan pengendalian tertentu sangat peting fungsinya. Pemilihan tindakan harus sesuai dengan kondisi hama dan lingkungan, karena jika salah ketika memilih tindakan pengendalian bisa menyebabkan dampak negatif terhadap ekosistem.
Semakin besarnya dampak negatif penggunaan pestisida kimia terhadap kerusakan lingkungan membuat PHT semakin banyak diaplikasikan pada sistem budidaya. Salah satu aspek yang paling penting adalah sistem pengendalian hama. Salah satu cara pengendalian hama adalah pengguaan faktor bioligis seperti cendawanBeauveria bassiana yang merupakan mikroorganisme entomofagus.

Cara memperbanyak jamur Beauveria bassiana
Jamur berkembang biak dengan cara kawin atau pun tidak kawin. Jamur yang berkembang biak secara tidak kawin memanfaatkan spora untuk melakukan perkembang biakan. Jamur Beauveria bassiana masuk pada filum Ascomycota. Cara perkembangbiakan jamur ini dengan cara menjadi parasit pada serangga yang diserangnya. Perbanyakan jamur Beauveria bassiana juga bisa dilakukan secara masal. Menurut Kurniawan (2012:1), cara budidaya jamur Beauveria bassiana adalah sebagai berikut.
Cendawan jenis Beauveria bassiana dapat diperbanyak dengan menggunakan media cair. Sumber nutrisi media perbanyakan dapat digunakan kentang. Sedangkan bahan lain yang dipelukan adalah, gula pasir, antibiotik, air bersih dan starter (bibit) cendawan Beauveria bassiana. Kentang sebagai sumber nutrisi diperlukan sebanyak 1 kg. Kentang dicuci lalu diiris tipis. Selanjutnya  masak dengan 5 liter air bersih hingga mendidih selama 15 menit. Kemudian larutan tersebut disaring untuk diambil dan pada keadaaan panas tersebut masukkan gula pasir  sebanyak 50 gram. Setelah larutan tersebut dingin masukkan antibiotik sebanyak 1 tablet dan 5 gram biang Beauveria bassiana. Pasang aerator pada larutan dan didiamkan selama 4–7 hari. Setelah itu, Beauveria bassiana siap untuk digunakan dan didistribusikan.
Beauveria bassiana adalah salah satu jamur entomofagus yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen pengendali hayati. Beauveria bassiana sangat efektif dalam menekan perkembangan larva Lepidoptera (Suhartoet al dan Soetopo dalam Herlinda et al, 2006:70). Cendawan ini bisa diperoleh dengan membeli di toko yang menyediakan atau perbanyakan secara in vitro. Namun perbanyakan secara in vitro menemui banyak kendala seperti penurunan kualitas spora (kerapatan dan viabilitas) dan virulensi (Herlinda, 2006: 70). CendawanBeauveria bassiana dapat ditemukan di seluruh dunia. Inang yang dapat diinfeksi meliputi Lepidoptera, Coleoptera, dan Homoptera. Inang tersebut adalah hama serangga yang menyebabkan kerugian ekonomi (TECHNICAL BULLETIN dalam Ahmad et al, 2008:499).
Menurut Herlinda et al (2006:71) penyediaan isolat-isolat Beauveria bassiana ada tiga isolat. Tiga isolat Beauveria bassiana diperoleh dari berbagai jenis serangga inang dan berbagai lokasi. Pengembangbiakan isolat sebagai sumber inokulum dilakukan dengan menumbuhkan miselium dari serangga yang mati karenaBeauveria bassiana pada media GYA (Glucose Yeast Agar) dengan komposisi per liter media adalah glukosa 10 gram, agar 20 gram, dan ragi instan 4 gram pada cawan petri dan diinkubasi pada suhu kamar yang ditambah dengan tepung jangkrik (Gryllotalpa Americana Pal.). Tepung jangkrik diperoleh dengan memanaskan 100 ekor imago jangkrik hidup pada suhu 100o C selama 3 jam. Jangkrik selanjutnya ditumbuk sehingga menjadi tepung ukuran lolos saringan 1 milimeter

Macam-macam pengendalian hama menggunakan jamur ontomofagus Beauveria bassiana.
Pengaruh Beauveria bassiana terhadap mortalitas semut rang-rang Oecophylla smaragdina
Semut rangrang adalah serangga sosial sejati dan kehidupan koloninya sangat tergantung pada keberadaan pohon. Mereka membuat sarang yang terbuat dari lembar-lembar daun yang mula-mula saling direkatkan oleh semut-semut pekerja, kemudian diperkuat dengan sutra yang dikeluarkan oleh larvanya. Pada  sarang dapat ditemukan ratu semut yang berwarna hijau muda kemerah-merahan dan ribuan semut pekerja berukuran besar dan berukuran kecil. Menurut Hendlund dan Pass dalam Sodiq dan Dwi (2009:58) perbedaan keterjangkitan terjadi oleh perbedaan kutikula yang lebih tebal, semakin tebal semakin tahan. Beauveria bassiana bekerja dengan cara hidup menumpang pada tubuh inangnya dan menyerap nutrisi yang ada pada tubuh inang tersebut. Penyemportan Beauveria bassiana pada konsentrasi 108 spora per mililiter pada hari ketujuh menyebabkan kematian sebesar 0,5 persen (Sodiq dan Dwi, 2009:58). Sebenarnya, jika kita membunuh Oecophylla smaragdina akan menimbulkan suatu kerugian karena binatang ini memiliki peran sebagai musuh alami pada ekosistem. Kutikula pada Oecophylla smaragdina digunakan untuk melindungi dirinya dari berbagai macam gangguan. Binatang ini bisa menjadi pengendali hama kutu-kutuan yang ada pada tanaman jeruk dan melindungi mangrove dari kepiting (Putra, 2010:1)

Pengaruh Beauveria bassiana terhadap tungau Sarcoptes scabiei
Tungau Sarcoptes scabiei ditetesi larutan cendawan selama 10 menit pada cawan petri yang dilapisi kertas saring lalu dipindahkan pada kamar hitung. Setiap 24 jam diperiksa, tungau yang mati kemudian dipindahkan. Tungau yang mati karena cendawan memiliki tanda hifa eksternal (bercak berwarna putih) dapat dilihat pada kutikula tungau. Kematian tungau lebih cepat oleh Beauveria bassiana dibandingkan dengan cendawan yang lain pada dosis 107 spora per milliliter selama 50 hari penelitian (Akhmad et al, 2008:501). Tungau Sarcoptes scabiei merupakan salah satu hama utama pada tanaman, terutama pada tanaman cabai. Tungau ini hidup dibawah daun untuk menghindari sinar matahari dan melindunginya dari predator. Pengendalian menggunakan cendawan Beauveria bassiana adalah salah satu pengendalian yang menggunakan agen hayati (Norris et al, 2003:342). Tungau ini tidak akan musnah jika dikendalikan menggunakan Beauveria bassiana, tetapi populasi tungau Sarcoptes scabiei pada ekosistem akan berkurang sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga dengan baik.

Pengaruh Beauveria bassiana terhadap hama penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera.
Pengaplikasian Beauveria bassiana dilakukan pada tanaman jagung yang mulai berbunga atau berumur 35 hari setelah tanam. Konsentrasi yang sesuai untuk mengendalikan Helicoverpa armigera adalah 0,6 miligram per liter air. Menurut Khasanah (2008:110) penggunaan Beauveria bassiana dengan konsentrai 0,6 miligram per liter air memiliki pengaruh nyata terhadap persentase kerusakan tongkol jagung akibat serangan Helicoverpa armigera. Jika hama Helicoverpa armigera telah terinfeksi oleh Beauveria bassiana maka akan terlihat lemah dan bergerak lamban. Kondisi seperti ini mengindikasikan terjadinya proses infeksi cendawan Beauveria bassiana ke tubuh serangga seperti yang dikemukakan oleh Daud (2003) dalam Khasanah (2008:110) bahwa cendawan Beauveria bassiana infeksi dengan cara kontak (langsung) pada tubuh inang melalui melalui integumen, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Pengendalian hama Helicoverpa armigera sangat berguna bagi masyarakat karena jagung merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. PenggunaanBeauveria bassiana pada tanaman jagung juga untuk menjaga keseimbangan kehidupan organisme dalam suatu ekosistem. Namun pengendalian ini masih jarang digunakan masyarakat karena dianggap sulit dan hasilnya tidak langsung tampak pada tanaman.

 Pengaruh Beauveria bassiana terhadap hama bongkeng Cylas Formicarius.
Hama Cylas Formicarius merupakan hama utama pada ubi jalar yang menyerang umbi dengan gejala terdapat gerekan berisi kotoran berwarna hijau dan jika dikonsumsi terasa pahit (Jasson dkk. dalam Noya 2009:81). Banyak metode pengendalian yang digunakan untuk mengendalikan hama Cylas Formicarius seperti penggunaan varietas tahan, sanitasi, rotasi tanaman, pembumbunan, dan ketepatan waktu panen. Salah satu metode yang digunakan untuk mengendalikan hama bongkeng Cylas Formicarius adalah menggunakan cendawan Beauveria bassiana. Isolat Beauveria bassiana asal Nezara viridula mempunyai patogenisitas yang tinggi dan waktu lebih singkat membunuh imago Cylas Formicarius (Noya, 2009:83). Hal yang mempengaruhi dari tingkat mortalitas hama Cylas Formicarius adalah konsentrasinya. Semakin tinggi konsentrasi maka persentase mortalitas semakin besar. Penggunaan Beauveria bassiana sangat menguntungkan, selain terbebas dari bahan kimia, pengendalian ini juga sangat murah dan bisa dilakukan oleh siapa pun. Meskipun kematian hama Cylas Formicarius antara 50 hingga 84 persen pada konsentrasi spora 108 spora per mililiter (Noya, 2009:82). Pengendalian hama ini sangat penting karena jika populasinya dibiarkan akan merusak ubi jalar yang telah ditanam oleh petani dan merugikan dari segi ekonomi.

Kesimpulan
Jamur adalah mahluk hidup yang dapat berkembag biak secara kawin atau pun tidak kawin atau vegetatif. Pada perkembangbiakan vegetatif, jamur menggunakan spora untuk memperbanyak dirinya. Jamur ada yang merugikan tetapi ada juga yang menguntungkan. Salah satu jamur yang menguntungkan adalah jamur entomofagus Beauveria bassiana. Jamur ini adalah komponen penting dalam pengendalian biologi. Pengendalian biologi adalah salah satu cara dalam menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Konsep ini menekankan pada keseimbangan ekosistem, jadi binatang yang berperan sebagai hama pada tanaman dikurangi populasinya dengan cara yang ramah lingkungan, PHT tidak menyarankan pestisida dalam mengendalikan hama karena mengandung bahan kimia yang dapat mematikan serangga bukan hama dan dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan atau ekosistem.
Beauveria bassiana dapat diperbanyak dengan menumbuhkan spora jamur pada isolat. Isolat yang digunakkan adalah hama yang sudah mati, karena hama tersebut adalah inang bagi Beauveria bassiana. Cara pengaplikasian jamur ini pada tanaman sama dengan ketika mengaplikasika pestisida pada tanaman, yaitu dengan cara dilarutka dalam air pada dosis tertentu kemudian disemprotkan menggunakan sprayer. Setelah itu spora yang menempel pada hama akan menginfeksi hama sehingga hama akan mati secara perlahan-lahan.
Ada 4 contoh organisme yang pengendalian populasinya menggunakan cendawan Beauveria bassiana yaitu semut rang-rang (Oecophylla smaragdina), tungau (Sarcoptes scabiei), penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera), dan hama bongkeng (Cylas Formicarius). Semua organisme tersebut bisa dikendalikan menggunakan cendawan Beauveria bassiana dengan konsentrasi tinggi yaitu 107 atau 108 spora per mililiter dan 0,6 mililiter per liter, kecuali semut rang-rang karena memiliki kutikula yang cukup kuat. Selain itu semut rang-rang berperan sebagai predator sehingga akan rugi jika populasinya diganggu.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R.Z. dkk. 2008. Lethal Time 50 Cendawan Beauveria bassiana dan Metarhizium Anisopliae Terhadap Sarcoptes. [Online].  http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/attachments/160_33.pdf.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Flint, Mary Louise dan Robert van den Bosch. 1990. Introduction To Integrated Pest Management. (Penerjemah: Kartini Indah K. dan John Priyadi). Yogyakarta: Kanisius.
Herlinda, Siti dkk. 2006. Kerapatan Dan Viabilitas Spora Beauveria bassiana (Bals.) Akibat Subkultur Dan Pengayaan Media, Serta Virulensinya Terhadap Larva Plutella xylostella (Linn.). [Online].http://journal.unila.ac.id/index.php/jhtrop/article/view/263.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.
Khasanah, Nur. 2008. Pengendalian Hama Penggerek Tongkol Jagung Helicoverpa armigera Hubner. (Lepidoptera: Noctuidae) Dengan Beauveria bassiana strain local Pada Pertanaman Jagung Manis di Kabupaten Donggala. [Online].http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/article/download/169/141.pdf.
Kurniawan, Ichsan. 2012. Bertani Kreatif dengan Agen Cerdas dan Kuat II : Beauveria bassiana 2012. [Online].http://informasi-budidaya.blogspot.com.
Norris, Robert F. dkk. 2003. Concepts in Integrated Pest Management. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Noya, Saartje H. 2009. Patogenisitas Beberapa Isolat Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Pada Cylas formicariusF. (Coleoptera: Curculionidae). [Online]. http://paparisa.unpatti.ac.id/paperrepo/ppr_iteminfo_lnk.php?id=73.pdf.
Putra, Nugroho Setya. 2010. Majalah Serangga online. [Online]. majalahserangga.wordpress.com.
Sastrahidayat, Ika Rochdjatun. 2011. Fitopatologi (Ilmu Penyakit Tumbuhan). Malang: Brawijaya University Press.
Sodiq, Mochammad dan Dwi Martiningsia. Pengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut RangrangOecophylla smaragdina (F) (Hymenoptera: Formicidae). [Online]. http://pei-pusat.org/jurnal/wp-content/uploads/2011/07/1.Pengaruh-Beauveria-bassiana.pdf.
Sudarmo, Subiyakto. 1991. Pestisida. Yogyakarta: Kanisius.
Sugito, Yogi. 1994. Dasar-Dasar Agronomi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Tim Dosen Jurusan Hama Dan Penyakit Tumbuhan. 2011. Modul Penuntun Praktikum Dasar Perlindungan Tanaman. Malang: Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Sumber

Qomaril, Hasanudin Mochamad. 2013. Budidaya Cendawan Entomofagus Sebagai Pengendali Populasi Serangga Hama. UB Malang (E-mail: m.qomaril_has@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar