Senin, 13 Mei 2013

Masalah Keharaan Pada Tanaman Kedelai





1.        Kahat Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan komponen utama penyusun protein, klorofil, enzim, hormon dan vitamin. Nitrogen diserap dalam bentuk ion NO­3 dan NH4+ dan merupakan unsur yang sangat mobil (mudah ditranslokasikan) dalam tanaman. Oleh karena itu, gejala kahat nitrogen akan nampak pada daun tua. Gejala kekahatan nitrogen pada tanaman muda, daun berwarna hijau pucat dan pada kondisi kekahatan yang sangat berat daun berwarna kuning pucat, batangnya lemah dan memanjang. Sedangkan pada tanaman yang tua, daun-daun bagian bawah menunjukkan gejala yang paling parah dan akhirnya gugur. Secara umum kahat nitrogen menyebabkan tanaman kerdil, batang berwarna kemerahan, perkembangan polong terhambat, daun mengecil dan berdinding tebal sehingga daun menjadi kasar/keras dan berserat.
Kekahatan nitrogen umumnya terjadi pada tanah bertekstur pasir, tanah-tanah bereaksi masam (pH rendah) di mana aktivitas mikroorganisme tanah terganggu. Tanaman kedelai mampu memfiksasi nitrogen setara dengan 46 kg N/ha. Secara umum, sekitar 50% dari nitrogen yang dibutuhkan tanaman berasal dari penambatan oleh Rhizobium. Lahan yang pernah ditanami kedelai pada umumnya mempunyai populasi Rhizobium alami yang tinggi. Tanah dengan kandungan nitrogen total < 0,1% N, perlu dipupuk nitrogen dengan dosis 23-35 kg N/ha, terutama saat tanaman masih muda. Pada fase pembentukan polong, kandungan nitrogen sebesar 4,01-5,3% pada daun muda yang sudah terbuka sempurna dianggap cukup.

2.        Kahat Fosfor (P)

Fosfor merupakan komponen utama penyusun nukleoprotein, asam nukleotida, fosfolipida dan penyusun enzim yang berperan aktif dalam pengangkutan energi. Fosfor berperan penting dalam proses fosforilasi, fotosintesis, respirasi, sintesis dan dekomposisi karbohidrat, protein dan lemak. Unsur fosfor sangat diperlukan untuk pembentukan biji. Fosfor diserap dalam bentuk ion H2PO4 dan bersifat mobil di dalam tanaman. Kekahatan fosfor menurunkan aktivitas nodulasi dan fiksasi nitrogen, meningkatkan karbohidrat, menurunkan kadar air tanaman, pembentukan bintil akar, perkembangan akar, polong dan biji. Kekahatan fosfor biasanya mulai muncul pada minggu keempat setelah tanam, dengan gejala: tanaman terlihat kerdil, ukuran daun kecil, daun tua berwarna hijau gelap kemudian dengan cepat berubah warna menjadi kuning dan gugur sebelum waktunya. Batang berubah warna menjadi ungu karena adanya akumulasi antosianin.
Kahat fosfor umumnya terjadi pada tanah oxisol, ultisol dan inceptisol. Pada tanah masam yang mempunyai kandungan Fe dan Al tinggi sering terjadi kekahatan fosfor akibat adanya fiksasi fosfor oleh Fe dan Al tersebut. Tanah yang mengandung fosfor tersedia (Bray-1) 6-10 ppm fosfor tergolong rendah untuk kedelai dan perlu pemupukan fosfor 22,5-36 kg P2O5/ha. Kandungan fosfor sebesar 0,25-0,5% dalam daun muda yang terbuka sempurna pada fase pembentukan polong dianggap cukup.


3.        Kahat Kalium (K)

Kalium merupakan unsur penting dalam metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Kalium juga penting dalam transportasi karbohidrat dari daun ke akar. Kalium diserap dalam bentuk ion K+dan bersifat mobil dalam tanaman. Gejala kekahatan kalium mulai nampak pada daun tua, yaitu timbulnya klorosis (daun berubah warna menjadi kuning) di antara tulang daun atau tepi daun. Pada kekahatan yang parah klorosis meluas hingga mendekati pangkal daun dan hanya meninggalkan warna hijau pada tulang daun, selanjutnya timbul gejala nekrosis (tepi daun tua menguning, menggulung ke atas dan pada akhirnya mengering).
Kahat kalium umum terjadi pada tanah oxisol, ultisol dengan kejenuhan basa rendah atau pada tanah yang bertekstur pasir. Kahat unsur S, Ca, P menurunkan kandungan kalium dalam tanaman, namun kekahatan nitrogen meningkatkan kandungan kalium dalam tanaman. Tanah yang mengandung kalium dapat ditukar (K-dd) 0,2-0,3 me/100 gr perlu pemupukan kalium sebesar 22,5-45 kg K2O/ha. Pada fase pembentukan polong, kandungan kalium sebesar 1,71-2,5% dalam daun muda yang terbuka sempurna dianggap cukup.

4.        Kahat Kalsium (Ca)

Kalsium berperan penting dalam pengaturan air di dalam tanaman. Kalsium diserap dalam bentuk ion Ca2+ dan mempunyai mobilitas rendah dalam tanaman, sehingga gejala kahat muncul pada daun muda atau titik tumbuh baik pada batang maupun akar. Kahat kalsium ditandai dengan adanya bintik-bintik coklat atau hitam pada permukaan bawah daun. Bila kekahatan berlanjut, terjadi nekrosis pada permukaan bawah maupun atas daun sehingga daun menjadi berwarna coklat dan kadang daun nampak keriting mirip gejala serangan virus. Pada kondisi kekahatan yang akut akan menyebabkab ujung akar dan pucuk tanaman mati.
Kahat kalsium umum terjadi pada tanah bertekstur pasir, tanah oxisol, ultisol dengan pH masam, kejenuhan basa rendah dan aluminium dapat ditukar (Al-dd) tinggi. Kandungan kalsium dapat ditukar (Ca-dd) sebesar 10 me/100 gr termasuk rendah dan perlu pemupukan kalsium. Sumber pupuk kalsium dapat berupa dolomit dan kapur. Pada fase pembentukan polong, kandungan kalsium sebesar 0,36-2% dalam daun muda yang terbuka sempurna dianggap cukup. Pada tanah mineral masam, dosis pemupukan kalsium untuk kedelai yang bersumber dari dolomit adalah setara dengan 1/4 - 1/2 x Al-dd.

5.        Kahat Magnesium (Mg)

Magnesium adalah komponen penyusun klorofil daun sehingga sangat penting dalam proses fotosintesis. Dalam tanaman, magnesium termasuk unsur yang mobil sehingga mudah ditranslokasikan dari daun tua, oleh karenanya gejala awal kekahatan akan nampak pada daun-daun tua. Kekahatan magnesium ditandai adanya klorosis yang berawal dari tepi daun, kemudian menjalar ke bagian tengah di antara tulang daun. Kekahatan yang meningkat menyebabkan perubahan warna tepi daun menjadi merah kekuningan, daun gugur, pertumbuhan terhambat dan hasil rendah.
Kahat magnesium umum terjadi pada tanah bertekstur pasir, tanah oxisol, ultisol dengan pH masam dan kejenuhan basa rendah. Batas kritis kandungan magnesium dalam tanah adalah 50 ppm Mg. Kisaran nilai cukup pada daun muda kedelai adalah 0,26-1%. Kahat magnesium pada tanah masam dapat diatasi dengan pemupukan melalui daun dan tanah dengan pupuk yang mengandung magnesium, seperti kiseril (MgSO4) dan dolomit [CaMg(CO3)2] dengan dosis setara 11-22 kg MgO/ha, dapat juga dengan pemberian pupuk kandang 2-2,5 ton/ha.

6.        Keracunan Aluminium (Al)

Kandungan aluminium yang berlebihan di dalam tanah masam menyebabkan pertumbuhan tanaman kedelai terganggu dan mengakibatkan rendahnya hasil. Gejala awal keracunan tampak pada sistem perakaran yaitu akar tumbuh tidak normal dan percabangan akar yang tidak normal. Gejala pada daun adalah adanya bercak-bercak klorosis di antara tulang daun pada daun muda, tetapi tulang daun tetap hijau. Pada gejala yang parah, tanaman menjadi kerdil dan daun berbentuk seperti mangkuk. Keracunan aluminium sering terjadi pada tanah masam dengan kejenuhan basa rendah.
Batas toleransi kedelai terhadap kejenuhan aluminium adalah 20%. Kandungan Al-dd di dalam tanah sebesar 22 ppm atau sekitar 0,24 me Al/100 gr termasuk tinggi. Beberapa varietas kedelai di Indonesia yang ada saat ini mempunyai batas kritis keracunan aluminiun sekitar 1,33 me Al/100 gr. Dampak negatif akibat aluminium dapat diatasi dengan pemberian kapur. Pada tanah masam di Lampung, pemberian dolomit dosis setara 1/4 - 1/2 x Al-dd dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil kedelai. Pemberian kapur akan lebih efisien jika kejenuhan kemasaman (Al + H) > 10% dan pH < 5.

Daftar Pustaka

Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2006. Hama, Penyakit dan Masalah Hara pada Tanaman Kedelai. Identifikasi dan Pengendaliannya. Bogor

Minggu, 12 Mei 2013

Teknik Pembuatan Kompos Untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Pada Lahan Gambut



Pada awalnnya lahan-lahan berhutan lebat mempunyai tanah yang subur, tetapi setelah pohon ditebangi dan diusahakan untuk pertanian (ladang), maka tanah menjadi kurus akibat proses penghanyutan dan pencucian unsur hara sehingga tanah menjadi miskin unsur hara dan tidak dapat digunakan lagi untuk pertanian. Beda halnya dengan hutan rawa gambut. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik yang unik. Tanah pada lahan atau hutan rawa gambut berasal dari tumpukan bahan organik yang jenuh air sehingga proses dekomposisi tidak berjalan dengan sempurna. Keadaan ini mengakibatkan lahan menjadi miskin mineral dan sangat masam.

Pengembangan lahan gambut untuk usaha pertanian memerlukan adanya drainase buatan yang bertujuan untuk mengatur kelebihan air tetapi tidak sampai menyebabkan keringnya lahan gambut. Selain itu, diperlukan juga perbaikan sifat kimia dan fisik tanah. Salah satu cara untuk memperbaiki sifat lahan gambut tersebut adalah dengan menggunakan pupuk kompos. Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dengan cara menambahkan bahan tersebut ke dalam tanah agar menjadi lebih subur. Pemupukan diartikan sebagai penambahan zat hara tanaman ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat-sifat kimia dan fisik tanah seperti pengapuran dan pemberian abu atau tanah mineral (lumpur, pasir dan tanah liat) pada tanah organik dan penambahan bahan organik atau kompos pada tanah mineral.
MENGENAL KOMPOS
Kompos adalah pupuk yang dihasilkan dari bahan organik melalui proses pembusukan. Pembuatannya dilakukan pada suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan. Untuk mempercepat perombakan dan pematangan serta menambah unsur hara dapat ditambahkan campuran kapur dan kotoran ternak (ayam, sapi atau kambing).             Bahan yang digunakan sebagai sumber kompos dapat berupa limbah, seperti sampah atau sisa-sisa tanaman tertentu (jerami, rumput dan sebagainya). Pupuk kompos berfungsi untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman.
Tabel 1. Kandungan unsur-unsur hara pada berbagai pupuk organik
No.
Jenis Pupuk
Unsur-Unsur Hara dalam 10 ton
N
P2O5
K2O
Kg/10 ton
1
Pupuk kandang
24
30
27
2
Kompos
22
4
43
3
Jerami
40
30
50


PROSES PEMBUATAN PUPUK KOMPOS
Bahan :
Sisa tanaman (limbah panen) atau semak dan rerumputan, sebaiknya sudah layu (tidak terlalu basah); Kotoran ternak (ayam, sapi, kambing), diusahakan kotoran sudah “matang”; Kapur pertanian (kaptan);  dan Air untuk menyiram bahan kompos.
Alat :
Cangkul dan sekop untuk mengaduk dan membalikkan kompos; Embrat atau ember untuk menyiramkan air pada tumpukan kompos; Atap peneduh untuk melindungi bahan kompos; Parang atau pisau untuk merajang dan memisahkan batang dan daun; dan Karung untuk menyimpan kompos.
Tempat/lokasi pembuatan kompos :
Setelah bahan-bahan dan peralatan tersedia, lalu disiapkan tempat untuk pembuatan kompos yang letaknya tidak jauh dari lahan agar mudah mengangkut dan menyebarkan kompos. Tempat pembuatan kompos diberi atap atau peneduh untuk menjaga kelembaban sehingga proses pengomposan berjalan dengan cepat. Tempat pembuatan kompos biasanya berukuran 2 x 2 meter dan dalam hamparan yang luas disediakan 3 - 4 tempat pembuatan kompos.
TAHAP PEMBUATAN PUPUK KOMPOS
1.      Sisa tanaman (limbah panen) atau semak dam rerumputan dirajang/dipotong kecil-kecil (25-50 cm) agar proses pembusukan berlangsung lebih cepat.
2.      Potongan-potongan bahan kompos tadi disusun rapi dan ditumpuk setebal 30-50 cm lalu diperciki air.
3.      Di atas bahan kompos ditaburkan kotoran ternak (pupuk kandang) secara merata setebal 5-10 cm.
4.      Taburkan kapur pertanian di atas kotoran ternak secukupnya hingga merata.
5.      Pasang cerobong bambu tegak lurus ke dalam tumpukan awal tersebut. Selanjutnya lakukan kembali penumpukan bahan-bahan yang telah disebutkan di atas secara merata. Demikian seterusnya sehingga susunan bahan kompos berlapis-lapis mencapai ketinggian 1,5 meter.
6.      Setelah selesei menyususn, dilakukan penyiraman dengan air secukupnya.
7.      Untuk mempercepat proses pembusukan, sebaiknya kompos ditutup dengan lembaran plastik/terpal.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PUPUK KOMPOS
Pupuk organik berupa pupuk kandang atau pupuk kompos jika dibandingkan dengan pupuk buatan (anorganik) mempunyai kelebihan antara lain:
1.      Memperbaiki tekstur tanah.
2.      Meningkatkan pH tanah.
3.      Menambah unsur-unsur makro maupun mikro.
4.      Meningkatkan keberadaan jasad-jasad renik dalam tanah.
5.      Relatif tidak menimbulkan polusi lingkungan.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1.      Jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman lebih tinggi daripada pupuk anorganik.
2.      Respon tanaman lebih lambat.
3.      Sumber hama dan penyakit bagi tanaman.
PEMANFAATAN PUPUK KOMPOS PADA LAHAN GAMBUT
Pada awalnya dilakukan pembakaran pada pupuk kompos. Pembakaran harus dilakukan secara hati-hati. Pembakaran tidak dilakukan langsung di atas lahan gambut tetapi di atas lapisan tahan api misalnya seng atau potongan drum bekas. Hal ini bertujuan untuk mencegah kebakaran di lahan gambut.
            Pada umumnya dosis pemberian abu sebagai bahan amelioran (pembenah) untuk meningkatkan kesuburan tanah berkisar antara 2,5-30 ton/ha (Sibuea et al., 1993). Namun beberapa penelitian merekomendasikan dosisnya pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Dosis pemberian bahan amelioran pada lahan gambut
Lokasi
Dosis (ton/ha)
Produksi (ton/ha)
Keterangan
Proyek Lahan Gambut (PLG), Kalteng
abu vulkanik (8-10)
Jagung (4-4,5)
Kedelai (2-2,5)
Setiadi, B. (1999)
abu sawmill (10) + 120 kg terusi
Kedelai berproduksi baik
T. Vadari (1992)
Kalbar
abu kayu (60)
Tanaman sayuran
IPG. Widjaja Adhi (1992)
lumpur laut (15-20)
Tanaman pangan
Rianto, et al. (1996)
tanah mineral (120)
Kedelai (1,7)
Hadjowigeno, S.

            Pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk kompos banyak dilakukan, namun masih ditemukan beberapa masalah antara lain waktu pengomposan terlalu lama (1-1,5 bulan/ton sampah), kualitas/nilai hara yang dihasilkan rendah dan biaya produksi yang tinggi. Dari bahan baku sampah sebanyak 900-1000 kg akan dihasilkan 300-450 kg pupuk kompos (Santoso, 1998 dan Sibuea et al., 1993).
DAFTAR PUSTAKA
Dohong, A. 2003. Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Kegiatan Pertanian Holtikultura: Belajar dari Pengalaman Petani Desa Kalampangan, Kalimantan Tengah. Warta Konservasi Lahan Basah Vol II no.2 April 2003. Wetlands International – Indonesia Programme
Santoso, H. B. 1998. Pupuk Kompos dari Sampah Rumah Tangga. Kanisisus. Jakarta
Sibuea, L.H. et al,. 1993. Penambahan Pupuk untuk Mempercepat Pembuatan Kompos dari Bahan Sampah Pasar. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor


Penyakit Utama Tanaman Pisang



1.      Penyakit Layu

Penyakit yang paling berbahaya dan mematikan, yaitu penyakit layu bakteri atau penyakit darah yang disebabkan oleh bakteri dan penyakit layu Fusarium atau penyakit Panama yang disebabkan oleh cendawan. Kedua penyakit ini sukar dikendalikan, mudah berpindah dan mampu bertahan di dalam tanah dalam jangka waktu yang cukup lama. Perbedaan gejala serangan 2 jenis penyakit layu ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan gejala serangan penyakit layu Fusarium dan layu bakteri.

Layu Fusarium
Layu Bakteri
 Penyebab
Fusarium oxysporum f. sp.
Cubense (FOC)
Pseudomonas(Ralstonia)
Solanacearum(BDB)
 Gejala luar:
Awal (daun)
Kuning kehijauan pada daun tua, dimulai dari pinggir daun. Penguningan berlanjut kedaun yang lebih muda. Daun paling muda yang baru membuka, adalah daun paling akhir yang memperlihatkan gejala.
Kuning pucat dan total pada daun nomor 2 dan 3, dari pangkal daun terus ke bagian pinggir.
Penguningan berlanjut ke semua
daun.
 Batang semu
Pecah membujur beberapa cm di atas tanah. Dapat juga terjadi pada tanaman muda atau anakan. Anakan menjadi kerdil, daun menyempit, batang semu pecah dan mengembang ke atas. Mirip serangan kerdil pisang.
 Pohon induk umumnya terlihat
sehat. Psedostem tidak memperlihatkan gejala luar. Anakan dengan segera memperlihatkan gejala serangan, kerdil, layu, daun kuning ketika anakan berumur 2-3 bulan.
Gejala dalam
Batang semu
& Tangkai
daun
Bila dipotong, ditemukan jaringan/benang berupa garis berwarna hitam/ungu/coklat/ kekuningan. Empulur biasanya tidak membusuk/hitam.
 Bila dipotong, bagian dalam (empulur) terlihat membusuk, berwarna coklat kemerahan.
 Bonggol
Bila dipotong, bagian tengah berwarna hitam, coklat atau ungu.
 Bila dipotong akan mengeluarkan cairan berwarna coklat kemerahan.
 Buah
Umumnya tidak sampai panen.
Bila panen ukurannya menjadi kecil, layu dan matang sebelum waktunya.
Pada tanaman induk yang baru terserang, penampilan buah normal, tapi bila dipotong buah busuk dengan warna coklat kehitaman. Pada tanaman terserang sejak awal, buah tidak terbentuk sempurna dan kering.
Tampilan
jantung
Awalnya normal, kemudian tumbuh kerdil dan layu. Bila dipotong tidak memperlihatkan perbedaan dengan jantung pisang sehat.
Jantung mengering, kelopak sukar lepas, bergelantungan di sekitar jantung. Bila dipotong, mengeluarkan cairan berupa susu. Bila potongan jantung ini dimasukkan ke dalam air, akan terbentuk materi berupa benang-benang.
Inang
sementara
Gulma Paspalum fasciculatum (rumput pahit), Panicum purpurascens (lambuyangan), Ixophorus unisetus, Amaranthus sp. (bayam-bayaman) dan Commelia diffusa (tali said/kandang).
 Tomat, terong, jahe, takokak (Solanum torvum), leunca (S. nigrum) dan meniran (Phylanthus niruri).
Serangga perantara
Tidak ada
 Jenis Diptera

Pengendalian penyakit layu Fusarium:

1.      Penggunaan bibit bebas penyakit yaitu bibit diambil dari lahan yang diyakini benar-benar bebas dari penyakit layu Fusarium (FOC). Bibit pisang yang berasal dari kultur jaringan adalah salah satu bibit pisang yang bebas penyakit. Namun bibit bebas penyakit ini hanya dapat bertahan bila pada lahan tidak ada bibit penyakit layu Fusarium.
2.      Melakukan pergiliran tanaman.
3.      Melakukan sanitasi lahan, yaitu membersihkan gulma seperti rumput teki dan bayam-bayaman, gulma tersebut merupakan inang sementara bibit penyakit layu Fusarium (FOC).
4.      Melakukan pengamatan cepat keberadaan FOC. Pada lahan yang akan ditanami pisang, terutama lahan baru sebaiknya dilihat terlebih dahulu ada atau tidaknya FOC. Caranya, ambil tanah dari lahan yang akan digunakan sebagai lahan pertanaman pisang, masukan kedalam kantong atau ember plastik setinggi 25 cm. Campurkan kompos kotoran ayam dengan perbandingan 2 bagian kompos kotoran ayam dan 8 bagian tanah. Biarkan 15 hari, lalu tanamkan anakan rebung pisang yang tidak tahan terhadap FOC (ambon kuning), kemudian amati selama 3 bulan. Bila lahan tersebut tercemar oleh FOC, pisang yang ditanam akan segera memperlihatkan gejala penyakit layu Fusarium.
5.      Menanam jenis pisang yang tahan terhadap FOC seperti Janten/Ketan, Muli, Tanduk, Raja Kinalun/ Pisang Perancis, FHIA-25 dan FHIA-17.
6.      Pemakaian agensia hayati: Trichoderma sp, Gliocladium sp. dan Pseudomonas fluorescens. Pada prinsipnya penggunaan agensia hayati masih bersifat pencegahan. Agensia hayati digunakan pada saat tanam atau dimasukkan pada lubang tanam.
7.      Jangan membawa atau memindahkan bahan tanaman (bibit pisang) dari lokasi yang telah terserang ke lokasi/daerah yang masih bebas penyakit.
8.      Melakukan eradikasi atau pemusnahan dengan membasmi sumber bibit penyakit (tanaman sakit) dengan membongkar dan membakar atau penyuntikan menggunakan:
  • Round up dengan takaran 12 cc untuk tanaman induk; 2,5 cc untuk anakan berumur 4-6 bulan (tinggi 50-100 cm) dan 1 cc untuk anakan berumur kurang dari 4 bulan (tinggi < 50 cm).
  • Injeksi menggunakan minyak tanah dengan takaran 5 sendok makan untuk tanaman induk, 3 sendok makan untuk tanaman berumur 4-6 bulan dan 1-2 sendok makan untuk tanaman berumur kurang dari 4 bulan.
  • Penyuntikan dilakukan 20-40 cm diatas leher akar untuk tanaman induk dan sekitar 10-15 cm untuk tanaman anakan. Penyuntikan dilakukan sampai pada bagian tengah (empulur) tanaman pisang dengan sudut kemiringan sekitar 60°.
9.      Sterilisasi alat panen seperti pisau, parang atau golok dilakukan dengan desinfektan misalnya menggunakan bayclean atau alkohol. Alat pertanian lainnya seperti pacul, sekop dll., disarankan untuk selalu dicuci dengan sabun dan disterilkan, terutama ketika alat tersebut digunakan secara berpindah-pindah antar kebun.

Gambar 1. Layu Fusarium pada pisang.
Pengendalian penyakit layu bakteri:

1.      Gunakan bibit sehat: Sama prosedurnya dengan persiapan bibit sehat untuk mengendalikan penyakit layu fusarium.
2.      Lakukan sanitasi lahan yaitu disarankan tidak melakukan tumpang sari atau menanam pisang di lahan bekas pertanaman tomat, jahe, terung, rimbang/tekokak, meniran, leunca dan kelompok tomat-tomatan lainnya. Tanaman-tanaman tersebut diduga menjadi inang sementara bakteri R solanacearum.
3.      Membuat drainase di kebun.
4.      Pengendalian serangga penular: Basmi serangga ulat penggulung daun Erionata thrax L, pembasmian dapat dilakukan secara mekanis. Serangga lainnya yang diduga sebagai perantara adalah Chloropidae, Platypezidae dan Drosophilidae.
5.      Pemakaian jenis pisang tahan: Pisang Raja Kinalun dengan nama lokal pisang Perancis, atau pisang Sepatu Amora yaitu sejenis pisang kepok yang tidak mempunyai jantung, sehingga terhindar dari penyakit layu bakteri yang disebarkan oleh serangga.
6.      Pembungkusan buah dengan plastik transparan untuk menghalangi kedatangan serangga penular. Dilakukan saat keluar jantung atau paling lama saat sisir pertama muncul.
7.      Jangan membawa atau memindahkan bahan tanaman (bibit) dari lokasi yang telah terserang ke lokasi/daerah yang masih bebas penyakit.
8.      Sterilisasi alat: Sama prosedurnya dengan pengendalikan penyakit layu fusarium.
9.      Eradikasi: Sama prosedurnya dengan pengendalikan penyakit layu fusarium.
                              

                                     Gambar 2. Layu bakteri/darah                                                 
 pada buah pisang.      

Gambar 3. Layu bakteri/darah       
pada bonggol pisang.      
2.      Penyakit Bercak Daun Sigatoka

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Mycosphaerella musicola. Penyakit ini menyebabkan permukaan daun menjadi rusak dan mati sehingga menggangu proses fotosintesa (pemasakan makanan di daun), akibatnya produksi (kualitas dan kuantitas) menjadi menurun, buah masak sebelum waktunya, bahkan pada serangan berat mengakibatkan kematian tanaman.
Gejala awal penyakit terlihat pada daun ketiga atau keempat, berupa bercak kecil berwarna kuning pucat. Bercak atau garis-garis ini makin lama makin membesar dan memanjang sehingga membentuk bercak bulat telur dengan pusat mengering berwarna abu-abu. Pada tanaman muda biasanya ukuran bercak lebih lebar dibanding tanaman yang sudah tua.
Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain jenis pisang, umur tanaman, faktor iklim dan lain-lain. Jenis pisang komersial yang mudah terserang antara lain: kelompok Ambon (Cavendish dan Gross Michell), Mas, Barangan dan Raja sere. Kondisi lingkungan yang baik untuk perkembangan penyakit yaitu pada musim hujan.
Cara pengendaliannya yaitu dengan mengatur jarak tanam jangan terlalu rapat untuk mengurangi kelembaban, pemangkasan daun tua yang terserang, membuang/membakar serasah daun-daun yang terserang, penyemprotan fungisida sistemik berbahan aktif Benzimidazole dan Dithiocarbamate.   

Gambar 4. Daun pisang yang terjangkit penyakit Sigatoka 
3.      Penyakit Kerdil Pisang (Banana Bunchy Top Virus/BBTV)

Penyakit kerdil pisang adalah penyakit virus yang paling berbahaya pada tanaman pisang. Di Indonesia, penyakit ini juga telah menyerang pada beberapa daerah seperti Jawa Barat, Lampung, Irian Jaya, Jambi dan Sumatera Barat.
Gejala awal dari penyakit ini sulit terdeteksi. Serangan lanjut terlihat dengan gejala kerdil, pemendekan ruas daun dengan daun-daun yang menyempit dan tegak, tepi daun biasanya menggulung dengan warna kekuningan. Sering dijumpai garis-garis hijau gelap pada tulang daun dan tangkai daun dan selanjutnya meluas ke arah batang semu. Gejala bercak hijau gelap sepanjang tulang daun akan kelihatan jelas pada permukaan bawah daun apabila dilihat ke arah cahaya.
Penyakit secara lokal ditularkan oleh kutu daun (Pentalonia negronervosa) yang tersebar pada tanaman sakit maupun pada tanaman sehat. Kutu ini biasanya tampak pada pangkal batang semu di permukaan tanah, diantara pelepah daun, juga pada anakan muda yang baru muncul di permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang cocok, kutu daun juga ditemukan pada puncakbatang semu, berkelompok di sekitar leher daun dan pangkal tangkai daun. Embun madu yang dihasilkan kutu akan menarik semut untuk datang, sehingga kehadiran semut merupakan awal terdapatnya kutu daun. Penyebaran jarak jauh biasanya terjadi melalui
perpindahan bibit.
Cara pengendaliannya yaitu menanam bibit yang sehat, sanitasi kebun, pengendalian serangga penular dengan menggunakan insektisida sistemik,eradikasi/pembongkaran rumpun yang sakit.

Gambar 5. Pisang yang terjangkit penyakit kerdil.

Daftar Pustaka

Mulyani, Nina dkk. 2008. Teknologi Budidaya Pisang. Seri Buku Inovasi: TH/06/2008. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor